Ketentuan UUD NKRI Tahun 1945 dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Berawal dari tuntutan tugas menyusun makalah yang diberikan pak Zubair, S.Pd., berikut merupakan sepenggal dari makalah kami. Makalah ini disusun dengan perjuangan dan pengorbanan demi memperoleh tanda tangan tiga pembimbing. Maka dari itu, kami selaku penulis banyak berterima kasih kepada para pembimbing dan pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan. Tujuan diposnya artikel ini adalah selain menambah nilai mata pelajaran PKn, juga realisasi dari amanat guru yang bersangkutan untuk membagi ilmu yang telah kami dapat. Kami, Laila Siti Nuria; Arfha Rizky Firdausya; Salsabila Nur; dan Nur Asti Oktaviany selaku penulis menyadari makalah kami masih memiliki belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami hargai dari para pembaca. Semoga bermanfaat, terima kasih.



BAB II
KETENTUAN UUD TAHUN 1945 DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

2.1         Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 25 A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang.
Istilah nusantara dalam ketentuan tersebut dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta diantara Benua Asia dan Benua Australia. Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup kesatuan politik, kesatuan hukum, kesatuan sosial-budaya, kesatuan pertahanan dan keamanan.
Berkaitan dengan wilayah negara Indonesia, pada 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu menyatakan: “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia,  dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.”
Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang. (Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012:177- 178).
Berdasarkan Deklarasi Djuanda, Indonesia menganut konsep negara kepulauan yang akhirnya diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS) yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika 1982. Indonesia kemudian meratifikasi hal itu dengan menerbitkan UU No 17 Tahun 1985 dan akhirnya dunia mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan. Sesuai dengan Konvensi UNCLOS 1982 wilayah laut suatu negara di bagi ke dalam Zona Laut Teritorial (12 mil), Zona Landas Kontinen (laut yang kedalamannya kurang dari 150 m dan masih merupakan lanjutan dari sebuah kontinen/benua), Zona Ekonomi Eksklusif (200 mil). Selain laut bangsa ini juga dikaruniai wilayah daratan yang amat luas dan di dalamnya terkandung kekayaan tambang yang melimpah, serta wilayah udara yang ada diatas wilayah laut dan daratan, selain itu negara ini juga punya wilayah ekstrateritorial yang berada di wilayah negara lain (Kantor KEDUBES). Luas wilayah negara kita adalah 5.180.053 km2, yang terdiri atas wilayah daratan seluas 1.922.570 km2 dan wilayah lautan seluas 3.257.483 km2.


2.1.1        Wilayah Laut Indonesia
Wilayah laut Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a)        Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas.
b)        Zona Landas Kontinen
Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut.
c)        Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Pengumuman tentang ZEE Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980.

2.1.2        Wilayah Udara Indonesia
Wilayah udara Indonesia adalah ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan lautan Republik Indonesia. Berdasarkan Konvensi Chicago tahun 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional dijelaskan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara yang ada di atas wilayah negaranya.

2.1.3        Wilayah Ekstrateritorial Indonesia
Wilayah Ekstrateritorial merupakan wilayah negara kita yang dalam kenyataannya terdapat di wilayah negara lain. Keberadaan wilayah ini diakui oleh hukum internasional. Perwujudan dari wilayah ini adalah kantor-kantor pewakilan diplomatik Republik Indonesia di negara lain.

2.1.4        Batas Wilayah Kesatuan Republik Indonesia
Batas-batas wilayah laut Indonesia berhubungan dengan 10 negara, sedangkan perbatasan wilayah darat Indonesia hanya berhubungan dengan tiga negara.
a)        Batas-batas wilayah Indonesia sebelah utara
Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia (bagian timur), tepatnya disebelah utara Pulau Kalimantan. Malaysia merupakan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah darat Indonesia. Wilayah laut Indonesia sebelah utara berbatasan langsung dengan laut lima negara, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina.
b)        Batas-batas wilayah Indonesia sebelah barat
Sebelah barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan perairan negara India. Tidak ada negara yang berbatasan langsung dengan wilayah darat Indonesia disebelah barat. Walaupun secara geografis daratan Indonesia terpisah jauh dengan daratan India, tetapi keduanya memiliki batas-batas wilayah yang terletak di titik-titik tertentu di sekitar Samudera Hindia dan Laut Andaman. Dua pulau yang menandai perbatasan Indonesia-India adalah Pulau Ronde di Aceh dan Pulau Nicobar di India.
c)        Batas-batas wilayah Indonesia sebelah timur
Wilayah timur Indonesia berbatasan langsung dengan daratan Papua Nugini dan perairan Samudera Pasifik. Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati hubungan bilateral antar kedua negara tentang batas-batas wilayah, tidak hanya wilayah darat melainkan juga wilayah laut. Wilayah Indonesia sebelah timur, yaitu Provinsi Papua berbatasan dengan wilayah Papua Nugini sebelah barat, yaitu Provinsi Barat (Fly) dan Provinsi Sepik Barat (Sandaun).
d)       Batas-batas wilayah Indonesia sebelah selatan
Indonesia sebelah selatan berbatasan langsung dengan wilayah darat Timor Leste, perairan Australia dan Samudera Hindia. Timor Leste adalah bekas wilayah Indonesia yang telah memisahkan diri menjadi negara sendiri pada tahun 1999, dahulu wilayah ini dikenal dengan Provinsi Timor Timur. Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Provinsi yang berbatasan langsung dengan wilayah Timor Leste, tepatnya di Kabupaten Belu. Selain itu, Indonesia juga berbatasan dengan perairan Australia. Diawal tahun 1997, Indonesia dan Australia telah menyepakati batas-batas wilayah negara keduanya yang meliputi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan batas landas kontinen berada di wilayah negara lain (Kantor KEDUBES).
Secara alami NKRI dikaruniai kekayaan alam yang sangat melimpah dan pengaturan pengelolaanya diatur dalam UUD 1945 pasal 33. yang menyatakan dengan tegas bahwa seluruh kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

2.2         Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia
2.2.1        Status Warga Negara Indonesia
Salah satu syarat berdirinya negara adalah adanya rakyat. Tanpa adanya rakyat, negara itu tidak mungkin terbentuk. Menurut kalian, apakah sama pengertian rakyat dengan penduduk dan juga warga negara? Jawabannya berbeda, satu dan yang lainnya merupakan konsep yang serupa tapi tidak sama. Menurut A.S. Hikam, “Warga Negara merupakan terjemahan dari citizenship yakni anggota dari sebuah kelompok/komunitas yang membentuk Negara itu sendiri.”, sedangkan menurut Wolhoff, “kewarganegaraan seseorang merupakan keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan sosial-budaya serta kesadaran nasionalnya.”. (http://www.pengertianartidefinisi.com/pengertian-warga-negara/)

Masing-masing memiliki pengertian yang berbeda. Rakyat sebuah negara dibedakan atas dua, yakni:
a)        Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu negara, sedang yang bukan penduduk adalah orang yang berada di suatu wilayah suatu negara dan tidak bertujuan tinggal atau menetap di wilayah negara tersebut. Warga negara dan bukan warga negara. Warga negara ialah orang yang secara hukum merupakan anggota dari suatu negara.
b)        Bukan warga negara disebut orang asing atau warga negara asing. Rakyat sebagai penghuni negara, mempunyai peranan penting dalam merencanakan, mengelola dan mewujudkan tujuan negara. Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk maupun warga negara, secara konstitusional tercantum dalam Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
1)        Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2)        Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3)        Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.


2.2.2        Asas-asas Kewarganegaraan Indonesia
Asas Kewarganegaraan adalah dasar berpikir dalam menentukan masuk tidaknya seseorang dalam golongan warga negara dari suatu negara tertentu. Pada umumnya asas dalam menentukan kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)        Asas Ius Sanguinis (asas keturunan), yaitu kewarganegaraan
seseorang ditentukan berdasarkan pada keturunan orang yang bersangkutan. Misalnya, seseorang dilahirkan di negara A, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan negara B, maka ia adalah warga negara B. Jadi berdasarkan asas ini, kewarganegaraan anak selalu mengikuti kewarganegaraan orang tuanya tanpa memperhatikan di mana anak itu lahir.
b)        Asas Ius Soli (asas kedaerahan), prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah. Berdasarkan prinsip Ius Soli, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Misalnya, seseorang dilahirkan di negara B, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan negara A, maka ia adalah warga negara B. Jadi menurut asas ini kewarganegaraan seseorang tidak terpengaruh oleh kewarganegaraan orang tuanya, karena yang menjadi patokan adalah tempat kelahirannya.
Adanya perbedaan dalam menentukan kewarganegaran di beberapa negara, baik yang menerapkan asas Ius Soli maupun Ius Sanguinis, dapat menimbulkan dua kemungkinan status kewarganegaraan seorang penduduk yaitu:
a)        Apatride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Misalnya, seorang keturunan bangsa A yang menganut asas Ius Soli lahir di negara B yang menganut asas Ius Sanguinis. Maka orang tersebut tidaklah menjadi warga negara A dan juga tidak dapat menjadi warga negara B. Dengan demikian orang tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan.
b)        Bipatrideyaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap). Misalnya, seseorang keturunan bangsa B yang menganut asas Ius Sanguinis lahir di negara A yang menganut asas Ius Soli. Oleh karena ia keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B. Akan tetapi, negara A juga menganggap dia warga negaranya karena berdasarkan tempat lahirnya.
Dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang, pemerintah suatu negara lazim menggunakan dua stelsel, yaitu:
a)        Stelsel aktif, yaitu seseorang harus melakukan tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara (naturalisasi biasa).
b)        Stelsel pasif, yaitu seseorang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan sutu tindakan hukum tertentu (naturalisasi istimewa).
Berkaitan dengan kedua Stelsel tadi, seorang warga negara dalam suatu negara pada dasarnya mempunyai:
a)        Hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif).
b)        Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (stelsel pasif).
Menurut penjelasan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan bahwa Indonesia dalam penentuan kewarganegaraan menganut asas-asas sebagai berikut:
a)        Asas Ius Sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat dilahirkan.
b)        Asas Ius Soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur undang-undang.
c)        Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan atu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d)       Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

2.2.3        Syarat-syarat menjadi Warga Negara Indonesia
a)      Naturalisasi biasa
Orang dari bangsa asing yang yang akan mengajukan permohonan pewarganegaraan dengan cara naturalisasi harus memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2006, sebagai berikut:
1)        Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;
2)        Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;
3)        Sehat jasmani dan rohani;
4)        Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5)        Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara satu tahun lebih;
6)        Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
7)        Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;
8)        Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.

b)        Naturalisasi Istimewa
Naturalisasi istimewa diberikan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006. Naturalisasi istimewa diberikan kepada orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara, setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Naturalisasi istimewa batal diberikan jika menyebabkan orang asing tersebut berkewarganegaraan ganda.

2.2.4        Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006, seorang Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a)        Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b)        Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain;

c)        Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya sendiri, dengan ketentuan:
(1)   Telah berusia 18 tahun;
(2)   Bertempat tinggal di luar negeri;
d)       Masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin Presiden, masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, yang mana jabatan dalam dinas tersebut di Indonesia hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
e)        Mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri;
f)         Turut serta dalam pemilihan seseuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan keikutsertaannya;
g)        Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari  negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya;
h)        Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir
2.3         Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, dan dalam hal ini tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:
a.         Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
b.        Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) disebutkan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal berikut:
a.         Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh warga negara.
b.        Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.
c.         Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.
d.        Perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing.

2.3.1        Deskripsi Permasalahan Kebebasan Beragama di Indonesia.
 Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya adalah salah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama merupakan suatu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara atau negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadah dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.”
 Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi.

2.3.2        Norma-Norma Kebebasan Beragama 
Ada delapan norma yang mengatur kebebasan beragama
a)        Internal freedom (kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini, setiap orang  dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama. Norma ini juga mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi, mempertahankan atau mengubah agama dan kepercayaannya.
b)        External freedom (kebebasan eksternal). Norma ini mengakui kebebasan mewujudkan kebebasan atau keyakinan dalam berbagai bentuk manifestasi seperti kebebasan dalam pengajaran, praktik, peribadatan dan ketaatan. Manifestasi kebebasan beragama dan berkepercayaan dapat dilaksanakan baik di wilayah pribadi dan publik. Kebebasan juga bisa dilakukan secara individual dan bersama-sama orang lain.
c)        Noncoercion (tanpa paksaan). Norma ini menekankan adanya kemerdekaan individu dari segala bentuk paksaan dalam mengadopsi suatu agama atau berkepercayaan. Dengan kata lain, setiap individu memiliki kebebasan memiliki suatu agama atau kepercayaan tanpa perlu dipaksa oleh siapa pun.
d)       Nondiscrimination (tanpa diskriminasi) berdasarkan norma ini, negara berkewajiban menghargai dan memastikan bahwa seluruh individu di wilayah kekuasaan dan yuridisnya memperoleh jaminan kebebasan beragama atau berkepercayaan tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan, pandangan politik dan pandangan lainya, asal-usul bangsa, kekayaan dan status kelahiran.
e)        Rights of parent and guardian (hak orang tua dan wali). Menurut norma ini, negara berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para wali yang absah secara hukum untuk memastikan pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka sendiri. Negara juga harus memberikan perlindungan atas hak-hak setiap anak untuk bebas beragama atau berkepercayaaan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
f)         Corporate freedom and legal status (kebebasan berkumpul dan memperoleh status hukum). Aspek penting kebebasan beragama atau berkepercayaan terutama dalam kehidupan kontemporer adalah adanya hak bagi komunitas keagamaan untuk mengorganisasikan diri atau membentuk asosiasi.
g)        Limits of permissible restrictions on external freedom (pembatasan yang diperkenankan terhadap kebebasan eksternal). Kebebasan untuk mewujudkan atau mengekspresikan suatu agama atau kepercayaan dapat dikenai pembatasan oleh hukum dengan alasan ingin melindungi keselamatan umum, ketertiban, kesehatan, moral dan hak-hak dasar lainnya.
h)        Nonderogability (hak yang tidak dapat direnggut). Negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan beragama atau berkepercayaan bahkan dalam situasi darurat sekalipun

2.3.3        Jaminan Konstitusi Tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945): “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945  selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

2.3.4        UUD yang Mengatur atau Menegaskan Kebebasan Beragama.
Landasan hukum tentang kebebasan beragama tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
a)             Pasal 28E ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya.”
b)             Pasal 28E ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
c)             Pasal 28I ayat (1) yang berbunyi: “Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
d)            Pasal 28I ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas  dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
e)             Pasal 29 ayat (1) yang berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.”
f)              Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
g)             Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
h)             Pasal 22 ayat (2) yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Negara harus menjamin:
a)             Bahwa hak ini dilaksanakan tanpa diskriminasi apa pun.
b)             Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini.
c)             Pasal 4 yang berbunyi: “Hak beragama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”
UU No.12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 (pasal 1, ayat 1). Dengan pengesahan Kovenan ini, maka Kovenan ini mengikat Indonesia secara hukum internasional antara lain:
a)        Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
1)        Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran.”
2)        Pasal 18 ayat (2) yang berbunyi: “Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.”
3)        Pasal  18 ayat (3) yang berbunyi: “Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.”
4)        Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi: “Negara Peserta dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.”

2.4         Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia
2.4.1        Substansi Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia
Sebagaimana kita ketahui, bahwa kemerdekaan yang diproklamirkan oleh Bangsa Indonesia tidak diraih dengan mudah. Pengorbanan nyawa, harta, tenaga dan sebagainya mewarnai setiap perjuangan merebut kemerdekaan. Mengingat begitu besarnya pengorbanan yang telah diberikan oleh para pahlawan bangsa, sudah menjadi kewajiban kita yang hidup pada masa sekarang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan berbagai macam cara.
Upaya mempertahankan kemerdekaan ini, telah dipikirkan oleh para pendiri negara kita. Mereka sudah memikirkan masa depan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para pendiri negara melalui sidang BPUPKI telah mencantumkan upaya mempertahankan kemerdekaan kedalam Undang Undang Dasar 1945 Bab XII tentang Pertahanan Negara (Pasal 30). Para tokoh pendiri negara berkeyakinan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat dipertahankan apabila dibangun pondasi atau sistem pertahanan dan keamanan negara yang kokoh, sehingga hal itu harus diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Perubahan UUD 1945 semakin memperjelas sistem pertahanan dan keamanan negara kita. Hal tersebut di atur dalam Pasal 30 ayat (1) sampai (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
a)         Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
b)        Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
c)         Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
d)        Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
e)         Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan  keamanan diatur dengan undang-undang.
Ketentuan di atas menegaskan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh Warga Negara Indonesia. Dengan kata lain, pertahanan dan keamanan negara tidak hanya menjadi tanggung jawab TNI dan POLRI saja, tetapi masyarakat sipil juga sangat bertanggung jawab terhadap pertahanan dan kemanan negara, sehingga TNI dan POLRI manunggal bersama masyarakat sipil dalam menjaga keutuhan NKRI.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memberikan gambaran bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan dengan menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta pada hakikatnya merupakan segala upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara yang seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. Dengan kata lain, Sishankamrata penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sistem pertahanan dan keamanan yang bersifat semesta merupakan pilihan yang paling tepat bagi pertahanan Indonesia yang diselenggarakan dengan keyakinan pada kekuatan sendiri serta berdasarkan atas hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan negara. Meskipun Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi nantinya, model tersebut tetap menjadi pilihan strategis untuk dikembangkan, dengan menempatkan warga negara sebagai subjek pertahanan negara sesuai dengan perannya masing-masing. Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan:
a)        Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan kemanan negara
diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat.
b)        Kesemestaan, yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
c)        Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan kondisi geografi sebagai negara kepulauan.
Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang dikembangkan bangsa Indonesia merupakan sistem yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Posisi wilayah Indonesia yang berada di posisi silang (diapit oleh dua benua dan dua samudera) disatu sisi memberikan keuntungan, tapi disisi yang lain memberikan ancaman keamanan yang besar baik berupa ancaman milter dari negara lain maupun kejahatan-kejahatan internasional. Selain itu, kondisi wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan, tentu saja memerlukan sistem pertahanan dan kemanan yang kokoh untuk menghindari ancaman perpecahan. Dengan kondisi seperti itu, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta merupakan sistem yang terbaik bagi bangsa Indonesia.

2.4.2        Sistem Pertahanan dan Keamanan NKRI dijelaskan dalam UUD 1945
a)        Pasal 30
1)        Menurut pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Bagaimana pun setiap manusia yang hidup dan menetap disuatu negara, warga negara asli dan warga negara asing merupakan bagian dari warga suatu negara tersebut. Setiap warga negara mau tidak mau wajib serta untuk membantu, membela dan mempertahankan negaranya dari apapun ancaman, tantangan, hambatan dalam pembangunan negara baik yang datang dari dalam dan luar. Ini juga diartikan tidak hanya pembelaan pada waktu terjadi perang, tetapi dimulai dari hal-hal yang kecil seperti mempertahankan negara dalam bencana banjir yang menimpa saat ini, sebagai warga negara sudah seharusnya kita menyadari dengan mempertahankan kehidupan yang bersih dan tidak merusak sumber daya alam, kita bisa memelihara keamanan negara dari berbagai ancaman yang datang dari dalam. Masih banyak yang bisa warga lakukan untuk membantu negaranya, seperti ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn, mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka bagi remaja karena dengan mengikuti kegiatan tersebut generasi muda bisa termotovasi untuk membela negaranya. Kalau setiap negara sudah mempunyai warga negara yang bisa ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara dimulai dari hal yang kecil, pasti negara tersebut akan dapat mempertahankan keamanannya dari ancaman dan tantangan besar yang datang dari dalam dan luar. Contohnya seperti perang yang sudah banyak terjadi saat ini di dalam dan luar negara, terorisme yang sudah menyebar di setiap daerah. Sebagai warga negara kita tidak boleh menyerahkan begitu saja urusan mempertahankan keamanan negara, tetapi kita harus sadar betul sebagai rakyat kita harus ikut serta mendukung dan membantu pertahanan keamanan negara.
2)        Pasal 30 ayat 2 menyatakan usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Di setiap Negara pasti sangat membutuhkan orang-orang profesional dibidang untuk pembelaan Negara, oleh karena itu ada TNI dan Kepolisian sebagai profesional pertama untuk menjalankan segala hal keamanan negara, bertugas menjadi penyelidik, penyidik, pengamanan, penertiban dan pengayoman terhadap masyarakat. Karena kalau yang melaksanakan sistem pertahanan utama adalah rakyat, tidak akan berjalan sesuai hukum yang berlaku dan tidak akan ada pengamanan disetiap ancaman maupun hambatan yang datang dari dalam maupun luar, karena setiap orang merasa mempunyai hak kuasa yang tinggi dan tidak ada pedoman dalam mengambil keputusan untuk membela keamanan negaranya. Tetapi kembali kepada pasal 30 ayat 1, setiap warga negara mempunyai kewajiban membela Negaranya dengan tetap membantu mendukung dan ikut serta menjaga keamanan dari negara itu sendiri tanpa melanggar kuasa utama dari tenaga profesional TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3)        Pasal 30 ayat 3 menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara. Berkaitan dengan ayat 2 yang menjelaskan mengenai pelaksanan sistem keamanan rakyat, TNI dan KNRI merupakan kekuatan utama, TNI dan KNRI adalah tenaga professional yang telah dilatih dan disiapkan secara khusus dalam pembelaan negara. Didalam ayat 3 dijelaskan penggolongan dari TNI itu sendiri, terdiri dari angkatan darat; yaitu semua aparat TNI yang mempunyai tugas menangani keamanan di daratan. Angkatan laut yaitu semua aparat TNI yang menangani semua urusan pertahanan keamanan yang berada di wilayah perairan dan sangat membutuhkan keahlian khusus yang diperlukan untuk berada di air. Angkatan udara, yaitu aparat TNI yang mempunyai tugas mempertahankan keamanan dari wilayah udara. Dan walaupun terjadi pembagian jenis TNI di dalam pasal ini, tetap saja tugas utama seorang TNI adalah mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan suatu negara dan tetap di bantu oleh rakyat dari negara itu sendiri.
4)        Pasal 30 ayat 4 menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
5)        Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya serta syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang





REFERENSI

http://www.siswamaster.com/2016/05/pengertian-kemerdekaan-beragama-dan-berkepercayaan.html
http://dinaaditama08.blogspot.co.id/2015/02/menelaah-ketentuan- konstitusional.html
http://mapelkelas.blogspot.co.id/2015/09/menelaah-ketentuan konstitusional.html
konstitusional.html
http://naningnine.blogspot.co.id/2015/12/bab-2-menelaah-ketentuan-     konstitusional.html
http://www.madiunpos.com/2015/07/25/foto-insiden-tolikara-begini-gandeng-tangan-tokoh-agama-madiun-627060

Komentar

  1. NJ Casino Launches with $1.2B Casino Bonus for New
    New Jersey's first 충청남도 출장안마 casino has been launched with $1.2 billion 출장안마 in casino bonus 오산 출장안마 money. It has 의정부 출장안마 an RTP 광주 출장마사지 of 94.52%, which makes it the highest bonus online

    BalasHapus
  2. Casino Bonus No Deposit Bonus 2021 | Best Casino Bonuses for
    Casino Bonus No Deposit Bonus Air jordan 7 retro 2021. This 바카라 총판 page is updated daily. We also recommend 포커 고수 casinos offering no deposit bonus offers to new players. You ford fusion titanium can start

    BalasHapus

Posting Komentar